Hingga saat ini, ekor kuning (Caesio dan Pterocasio) belum berhasil dibenihkan secara terkontrol di balai benih atau hatchi (hatchery) Benih yang dibudidayakan masih berasal dari hasil penangkapan di alam. Potensi benih ekor kuning di alam cukup besar. Walaupun tidak ada data yang pasti tentang potensi benih ekor kuning, diduga potensi benih di alam masih cukup besar, terutama di daerah-daerah penghasil ekor kuning. Namun, untuk menjaga keseimbangan ekosistem seyogyanya penangkapan benih di alam tidak sampai melebihi batas maksimum yang diperbolehkan. Yang menjadi kendala justru karena tidak adanya data tentang potensi benih dan batas maksimum jumlah ikan yang ditangkap.
Ekor kuning hidup di daerah sekitar terumbu karang dan daerah terumbu karang. Baik benih maupun ekor kuning dewasa berenang secara bergerombol dalam jumlah besar di daerah sekitar terumbu karang dan terumbu karang.
Penangkapan ekor kuning dilakukan pada saat air pasang bergerak naik dan bergerak turun ketika surut. Pada saat itu, ekor kuning aktif mencari makan. Beberapa alat tangkap yang dapat digunakan untuk menangkap benih ekor kuning antara lain pukat pantai, jaring insang. muroami, dan jaring kantong.
Pemeliharaan ekor kuning di KJA
Ekor kuning (edo dan Prerocaesio) diproduksi untuk ikan konsumsi dan ikan umpan. Untuk menghasilkan ekor kuning (Caesio dan Preocaeso) ukuran konsumsi (400-500 gr/ekor) diperlukan waktu pemeliharaan 6-7 bulan. Untuk menghasilkan ekor kuning yang akan diekspor dalam bentuk filet, maka dipelihara hingga mencapai ukuran > 800 gr/ekor atau lama pemeliharaan 8-9 bulan. Sedangkan untuk memproduksi umpan (80-150 gr/ekor) dalam penangkapan runa dan cakalang, maka waktu pemeliharaannya cukup 1-2 bulan.
Spesies ekor kuning yang dipilih untuk dibudidayakan sebaiknya yang berukuran besar, seperti Caesio cuning,C lunaris, C anthonatur dan Preroczesio dle. Spesies Caesio cuning merupakan spesies yang dapat tumbuh hingga mencapai 45 cm dan berat mencapai 1.000 gr. sedangkan C lunaris dapat mencapai ukuran 40 cm. Spesies Caesio cuning dan C lunaris telah dikenal umum sebagai ikan yang diekspor dalam bentuk utuh dan irisan daging atau filet (filler).
Dalam kegiatan pembesaran ekor kuning di KJA, benih yang digunakan harus mencapai ukuran > 7 cm dan berat > 10 gr/ekor. Seleksi perlu dilakukan sebelum benih ditebarkan ke dalam KJA sehingga diperoleh benih yang sehat dan seragam. Padat penebaran optimal gelandongan ekor kuning dalam KJA untuk menghasilkan ekor kuning konsumsi adalah 300-500 ekor/m3 dengan perkiraan tingkat kematian mencapai 10%. Sebelum ditebarkan dalam KJA, benih perlu diadaptasikan ke dalam kondisi lingkungan perairan budi daya terhadap salinitas maupun suhu. Penebaran hendaknya dilakukan pada pukul 06.00-08.00 atau 19.00-20.00 untuk menghindari stres terhadap ikan akibat perubahan kondisi lingkungan perairan.
Padat penebaran sangat dipengaruhi oleh hubungan ukuran ikan dan luas wadah budi daya. Padat penebaran ikan dalam KJA memengaruhi pemanfaatan ruang gerak, peluang mendapatkan pakan serta kualitas air terutama konsentrasi oksigen terlarut. Dalam kondisi ikan berjejal persaingan penggunaan oksigen terlarut sangat tinggi terutama pada malam hari di saat arus tenang sehingga penurunan oksigen terlarut cukup drastis. Konsentrasi oksigen terlarut dalam KJA yang ditebari 750 ikan/m3 dapat mencapai 2 ppm saat pasang tertinggi atau surut terendah yang terjadi di malam hari.
Pemeliharaan ekor kuning di KJA, seluruhnya mengandalkan pakan yang disuplai oleh pembudi daya, dalam hal pakan buatan. Ekor kuning adalah pemakan plankton, namun dalam pemeliharaannya di KJA, ketersediaan plankton tidak cukup memadai untuk kebutuhan ikan dalam jumlah yang banyak dan ruang gerak ikan yang terbatas.
Sebagai pemakan plankton yang terdiri dari plankton hewani dan nabati. ekor kuning harus diberikan pakan yang mengandung protein minimal 25%. Pakan yang baik untuk ekor kuning sebaiknya mengandung protein sebesar 30%.
Karena budi daya ekor kuning bergantung pada pakan buatan, mak teknik, jumlah, waktu, dan frekuensi pemberian pakan perlu diperhatikan dengan cermat. Umumnya pakan diberikan sebanyak 5-8% biomassa ikan per hari dengan metode satiasi (sekitar 90% ikan dalam kondisi kenyang). Pemberian pakan sebaiknya dilakukan pada saat surut atau pasang duduk (mencapai puncak dan surut terendah), atau di saat arus sangat lemah sebanyak 2-3 kali sehari, yaitu pagi antara pukul 07.00-08.00 siang antara 11.00-12.00 dan sore sekitar pukul 16.00-17.00. Pemberian pakan di lakukan sedikit demi sedikit agar tidak banyak terbuang, karena pada saut pemberian pakan, ekor kuning bergerak aktif berebutan sehingga menimbulkan gerakan arus air dalam KJA.
Benih ekor kuning yang berasal dari alam ketika ditebar di dalam KJA belum terbiasa dengan pakan buatan. Kecuali benih telah diadaptasi dengan pakan buatan sebelumnya di tempat penampungan. Jika benih langsung ditebar di dalam KJA, ikan baru mulai makan 5-7 hari setelah penebaran. Proses adaptasi pakan buatan dilakukan secara bertahap dengan memberikan pakan sedikit demi sedikit dan mengamati respons ikan budi daya. Jumlah pakan ditambah sesuai dengan respons ikan dalam memakan pakan tersebut.
Pertumbuhan ikan perlu dipantau tiap 2 minggu sekali untuk memperoleh data dalam menentukan jumlah pakan yang diberikan serta mengevaluasi perkembangan bobot dan kesehatan ikan peliharaan. Jumlah sampel sebaiknya tidak kurang dari 50 ekor yang diambil secara acak. Penimbangan berat dan pengukuran panjang dilakukan terhadap sampel yang telah dibius dengan phenoxyethanol 200-225 ppm.
Pemanenan dilakukan bila ukuran ekor kuning yang hendak diproduksi telah tercapai. Untuk memproduksi ekor kuning ukuran konsumsi (400 500 gr/ekor) dibutuhkan waktu pemeliharaan 6-7 bulan. Jika benih yang ditebar ukurannya lebih besar, misalnya 50 gr/ekor, waktu pemeliharaan lebih pendek, sekitar 4-5 bulan. Demikian juga, bila pemeliharaan ekor kuning ditujukan untuk memproduksi umpan dalam penangkapan tuna dan cakalang, maka waktu pemeliharaannya sangat pendek, 1-2 bulan Dengan pemeliharaan 1-2 bulan, ekor kuning sudah mencapai ukuran 80 150 gr/ekor, dan ukuran tersebut cocok digunakan umpan.
Kegiatan yang juga harus selalu dilakukan dalam pemeliharaan ekor kuning di KJA adalah perawatan KJA tersebut untuk mendukung usaha peningkatan produksi. Mata jaring yang kecil akan memudahkan jaring keramba menjadi cepat kotor ditempel organisme pengganggu, misalnya beberapa jenis alga, teritip, dan kerang kerangan. Menempelnya organisme tersebut akan menghambat pertukaran air. Untuk mengatasinya, jaring keramba harus diganti. Jaring keramba yang kotor, dicuci dan dikeringkan, sehingga nantinya siap untuk menggantikan jaring keramba yang kotor. Biasanya bagi jaring keramba berukuran mata jaring kecil (1 inci), membutuhkan waktu ganti jaring 2 minggu, sedangkan bagi keramba jaring bermata 2 inci, membutuhkan waktu ganti antara 3-4 minggu.
Kegiatan lain yang perlu dilakukan adalah grading, yaitu penggolongan ikan berdasarkan ukurannya. Grading dilakukan karena pertumbuhan ikan seringkali tidak seragam. Biasanya ikan-ikan yang berukuran besar seakan-akan menjadi penguasa, sehingga ikan-ikan kecil akan tersisih dalam segala hal, termasuk dalam persaingan memperoleh makanan. Untuk mencegahnya, perlu dilakukan penyeragaman ukuran setiap 2-4 bulan sekali.
Ikan juga harus dihindarkan dari kondisi stres yang akan menurunkan nafsu makan. Bahkan dalam kondisi lebih buruk, dapat menyebabkan ikan muntah-muntah sehingga menghambat pertumbuhan. Stres terjadi karena goncangan air atau perubahan kondisi lingkungan secara mendadak. Permukaan jaring juga sebaiknya ditutup dengan bilik atau shading net, agar tidak mudah dimangsa oleh burung.
Comments
Post a Comment