Hak milik adalah hak turun temurun yang akan ada selama pemilik hidup, dan jika meninggal dunia dapat dialihkan kepada ahli waris, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 UUPA. Pemberian sifat ini tidak berarti bahwa hak tersebut merupakan hak "mutlak", tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat sebagai Hak Eigendom.
Hak Milik atau hak privat menurut Pasal 20 Ayat 1 dan 2 UUPA adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 UUPA. Hak Milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Hal ini, tidak jauh berbeda dengan Hak Milik menurut Hukum Adat, yang juga merupakan hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas sebidang tanah dan juga dapat beralih maupun dialihkan kepada pihak lain ataupun dijadikan tanggungan utang (jaminan pelunasan utang).
Definisi atau pengertian tentang Hak Milik atas Tanah menurut pendapat beberapa sarjana Indonesia
Di bawah ini, adalah definisi atau pengertian tentang Hak Milik atas Tanah menurut pendapat beberapa sarjana Indonesia, yaitu:
Menurut Tampil Anshari Siregar, (Dosen Hukum Agraria FH USU, Medan, 2006)
Hak Milik Atas Tanah menurut sistem UUPA tidak sama dengan Hak Eigendom yang berdasarkan KUH Perdata atau BW (Burgelijk Wet Book), atau sekalipun hampir sama juga tidak persis dengan Hak Milik menurut Hukum Adat (Tanah Grand Sultan, Partikelir atau Petuk, dan lain-lain).
Menurutnya, Hak Milik berdasarkan UUPA tidak diperkenalkan sebagai Hak Kebendaan, yang pemegang haknya diberi keleluasaan mengambil nikmat atau manfaat dengan lebih mengutamakan kepentingan individu pemiliknya daripada kepentingan sosial masyarakat.
Kemudian untuk Hak Milik yang berdasarkan UUPA itu, tidaklah melekat di atasnya Hak Ulayat dengan mengutamakan kepentingan golongan masyarakat tertentu, melainkan negaralah yang berkuasa di atas semua jenis hak atas tanah, yang sampai saat ini ketentuan Perundang-undangan tentang Hak Milik belum diatur secara rinci dan tegas (lihat Pasal 50 UUPA).
Menurut Sudikno Mertokusumo (Guru Besar Hu hukum Agraria, 1986)
Hak Milik atas tanah adalah hak untuk memperla kukan suatu benda (tanah) sebagai kepunyaan sendiri dengan beberapa pembatasan. Meliputi hak untuk memperoleh hasil sepenuhnya dari tanah yang dimiliki dan hak untuk mempergunakan tanah, yang dalam batasan arti boleh menjual, menggadaikan, menghibahkan tanah tersebut kepada orang lain.
Menurut Florianus SP Sangsun (Praktisi Hukum, 2008)
Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan yang dapat dipunyai orang atas tanah, dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. Pihak yang boleh mendapatkan atau mempunyai Hak Milik atas tanah adalah WNI (Warga Negara Indonesia) dan BHI (Badan Hukum Indonesia). Selain itu dapat juga diberikan Hak Milik atas tanah karena penetapan oleh Pemerintah.
Menurut Iman Sutiknyo (Perumus UUPA)
Bahwa UUPA mendasarkan diri pada sifat dan hakikat atau kodrat manusia sebagai individu dan makhluk sosial seperti yang dimaksudkan oleh Sila kedua Pancasila. Karena UUPA juga mengatur selain hak-hak kolektif, yaitu Hak Menguasi Negara yang merupakan hak tertinggi dan meliputi seluruh bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikenal juga hak-hak perorangan (privat) atas tanah, seperti yang diatur di dalam Pasal 16 UUPA. (Yaitu, Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, dan lain lain).
Apabila Hak Menguasai Negara itu meliputi seluruh bumi, air, dan ruang angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikenal juga hak-hak perorangan (privat), yaitu hanya meliputi permukaan bumi saja, yang disebut dengan tanah (Pasal 4 ayat 1 UUPA).
Walaupun demikian, ayat 2 dalam UU yang sama, mengatakan bahwa hak tersebut memberi wewenang juga untuk menggunakan tubuh bumi dan ruang angkasa yang ada di atasnya sesuai kadar keperluan saja (misalnya untuk menanam tanaman atau membuat suatu bangunan atau jalan dan jaringan komunikasi, dan lain-lain). Kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah yang dipunyai oleh perorangan dengan hak apa pun, tetap dikuasai oleh Negara dan pengambilannya diatur oleh Peraturan Perundang-undangan, Pasal 8 UUPA.
Ada 3 hal dasar lahirnya hak milik atas tanah, yaitu:
- Menurut hukum adat
- Karena ketentuan UU
- Karena penetapan Pemerintah (pasal 22 UUPA).
Dengan demikian, Hak Milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Turun-temurun
Artinya, Hak Milik atas tanah dimaksud dapat beralih karena hukum dari seorang pemilik tanah yang meninggal dunia kepada ahli warisnya.
2. Terkuat
Artinya, bahwa Hak Milik atas tanah tersebut yang paling kuat di antara Hak-hak atas tanah yang lain.
3. Terpenuh
Artinya, bahwa Hak Milik atas tanah tersebut dapat digunakan untuk usaha pertanian dan juga untuk mendirikan bangunan.
- Dapat beralih dan dialihkan
- Dapat dijadikan jaminan dengan dibebani Hak Tanggungan;
- Jangka waktu tidak terbatas.
Subjek dan Objek Hak Milik
Sesuai dengan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) UUPA. maka yang dapat mempunyai Hak Milik adalah:
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan-badan Hukum yang ditunjuk oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah, yang dimaksud adalah PP No. 38 Tahun 1963 yang meliputi:
- Bank-bank yang didirikan oleh Negara
- Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1958.
3. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria.
4. Badan Hukum Sosial.
Sedangkan menurut Pasal 21 ayat (3)UUPA, menentukan bahwa: "Orang asing yang sesudah berlakunya undang undang ini memperoleh Hak Milik, karena pewarisan tanpa wasiat atau percampuran harta karena perkawinan, demikian pula warga negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya wajib melepaskan hak itu, di dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya hak tersebut atau hilangnya kewarganegaraan itu, bila Hak Milik tersebut tidak dilepaskan, maka hak tersebut hapus karena hukum, dengan ketentuan Hak-hak pihak lain yang membebaninya tetap berlangsung".
Khusus terhadap kewarganegaraan Indonesia, maka sesuai dengan Pasal 21 ayat (4) UUPA ditentukan bahwa: "selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarganegaraan asing, maka ia tidak dapat mempunyai tanah dengan Hak Milik dan baginya berlaku ketentuan dalam ayat 3 Pasal ini".
Dengan demikian yang berhak memiliki hak atas tanah dengan Hak Milik adalah hanya Warga Negara Indonesia tunggal dan Badan Hukum yang ditunjuk oleh pemerintah melalui Peraturan Pemerintah.
Terjadinya Hak Milik
Menurut Pasal 22 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa "Terjadinya Hak Milik menurut Hukum Adat diatur dengan Peraturan Pemerintah". Sedangkan dalam ayat (2) dinyatakan bahwa, selain cara sebagaimana diatur dalam ayat (1) Hak Milik dapat terjadi karena:
- Penetapan Pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
- Ketentuan undang-undang.
Hal ini bertujuan agar supaya tidak terjadi hal-hal yang merugikan kepentingan umum dan negara. Hal ini, berkaitan dengan Pasal 5 UUPA yang menyatakan bahwa:
Hukum Agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah Hukum Adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan Sosialisme Indonesia serta dengan peraturan peraturan yang tercantum dalam undang-undang ini dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada Hukum Agama.
Hapusnya Hak Milik
Berdasarkan ketentuan Pasal 27 UUPA, Hak Milik dapat hapus oleh karena suatu hal, meliputi;
1. Tanahnya jatuh kepada negara oleh karena:
- pencabutan hak; (UU No.20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya);
- penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya; (KEPPRES No.55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk kepentingan Umum);
- Ditelantarkan; (PP No.36 Tahun 1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar);
- ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 26 ayat (2)
2. Tanahnya musnah.
Comments
Post a Comment