Budi daya Tebu: Pembibitan, Persiapan Lahan, Penanaman, Perawatan, Pemupukan, Pengendalian Hama, Panen, dan Pascapanen Tebu
Tanaman tebu tumbuh optimal pada daerah dataran rendah yang kering dengan ketinggian kurang dari 500 m dpl dan iklim panas yang lembap pada suhu 25-28° C. Agar tanaman tebu mengandung kadar gula yang tinggi, harus diperhatikan musim tanamnya. Saat masih muda, tanaman tebu memerlukan banyak air, sedangkan saat mulai tua memerlukan musim kemarau yang panjang. Tanah yang cocok adalah bersifat kering kering basah, yaitu curah hujan kurang dari 2000 mm per tahun. Selain itu, tebu cocok ditanam pada tanah yang tidak terlalu masam dengan pH di atas 6,4. Kali ini kita akan membahas cara Budi daya Tebu dari Pembibitan, Persiapan Lahan, Penanaman, Perawatan, Pemupukan, Pengendalian Hama, Panen, dan Pascapanen.
Cara Budi Daya Tebu
1. Penyediaan bibit
Ada tiga jenis bibit tebu, yaitu bibit setek pucuk bibit rayungan, dan bibit bonggol. Bibit sebaiknya diseleksi di luar kebun. Bibit setek sebaiknya ditanam berhimpitan agar mendapatkan jumlah anakan semaksimal mungkin.
Dalam satu hektar umumnya terdapat sekitar 70.000 bibit setek. Sebelum dilakukan penanaman, permukaan bibit setek direndam terlebih dahulu dengan pupuk organik cair yang engandung ZPT auksin, giberelin dan sitokinin. Dosis yang digunakan sesuai anjuran dan Natural GLIO dosis 5 g per 10 liter air.
2. Persiapan lahan
Persiapan lahan untuk budi daya tebu di lahan sawah dimulai dengan pembuatan got dan dilanjutkan dengan pembuatan juringan. Ukuran got standar, yaitu got keliling/mujur lebar 60 cm dengan dalam 70 cm; sedangkan got malang/palang lebar 50 cm dengan dalam 60 cm. Buangan tanah got diletakkan di sebelah kiri got. Apabila got diperdalam lagi setelah tanam, tanah buangannya diletakkan di sebelah kanan got supaya masih ada jalan mengontrol tanaman Juringar/cemplongan (lubang tanam) baru dapat dibuat setelah got-got malang mencapai kedalaman 60 cm dan tanah galian got sudah diratakan Ukuran standar juringan, yaitu lebar 50 cm dan dalam 30 cm untuk tanah basah, 25 cm untuk tanah kering. Pembuatan juringan harus dilakukan dua kali, yaitu setek pertama dan setek kedua, Jalan kontrol dibuat sepanjang got mujur dengan lebar kurang lebih 1 m. Setiap 5 bak dibuat jalan kontrol sepanjang got malang dengan lebar sekitar 80 cm. Pada juring nomor 28, guludan diratakan untuk jalan kontrol (jalan tikus).
Pembuatan kair/alur tanaman dengan jarak pusat ke pusat (PKP) juring 1,20 m dan kedalaman juring 40 cm. Setelah alur tanaman terbentuk kegiatan berikutnya adalah membuat jalan infield dengan menggunakan alat ridgers. Jalan infield kebun dibuat dengan panjang row 50 m dan lebar jalan infield 2-3 m.
Selain di lahan sawah tanaman tebu juga dibudidayakan di lahan kering. Persiapan lahan dimulai dengan pembersihan gulma sampai dengan pembuatan kaitan atau alur tanam. Rumput dan gulma yang ada di lahan dibabat. Selanjutnya dilakukan pengolahan tanah. Pengolahan tanah dilakukan sebanyak 3 kali dengan menggunakan bajak atau garu yang ditarik traktor. Pada pengolahan tanah pertama menggunakan bajak bertujuan untuk memecah dan membalik tanah Arah bajak 450 dari alur tanaman yang dibongkar sehingga akan meratakan lahan bekas guludan lama. Hal ini akan memberikan kesempatan proses oksidasi dan membusukkan bahan organik yang masih mentah. Pengolahan tanah yang kedua menggunakan garu (harrow) yang arah kerjanya tegak lurus dengan kegiatan bajak tujuannya adalah untuk mencacah ulang serasah dan sisa tebangan yang masih terdapat di dalam tanah dan menghancurkan bongkahan tanah. Kemudian setelah tujuh hari, dilanjutkan pengolahan tanah ketiga (garu II) supaya bongkahan tanah memiliki tekstur remah.
3. Penanaman
a. Bibit setek pucuk.
Bibit setek pucuk adalah bibit yang diambil dari pucuk tebangan tebu dengan panjang sekitar tiga ruas. Daun-daun yang masih melekat pada ruas tersebut harus diklentek terlebih dahulu. Umumnya pada bibit setek pucuk terdapat dua atau tiga mata. Bibit-bibit ini ditanam dengan cara menidurkannya dengan sedikit ditimbun tanah. Tunas harus diletakkan di sebelah kiri dan kanan.
Sebelum dilakukan penanaman harus disiapkan lubang tanam terlebih dahulu. Lubang-lubang tanam yang telah disiapkan harus dikeringkan/diklantang terlebih dahulu untuk mengurangi tingkat keasaman tanah. Jika lubang tanam telah ditumbuhi rumput, sebaiknya disiangi terlebih dahulu. Tanah guludan dimasukkan ke dalam lubang tanam yang telah diberi sedikit air. Kedalaman lubang tanam sekitar 35 cm. Sebelum dilakukan penanaman bibit, sebaiknya lubang tanam didiamkan terlebih dahulu sehari semalam.
b. Bibit rayungan.
Bibit rayungan adalah bibit yang telah tumbuh. Biasanya bibit ini memiliki dua atau tiga mata. Cara yang biasa dilakukan untuk penanaman bibit adalah pinggir 1,3 m; lebar parit keliling 0,7 m; dan kedalaman 0,7 m. Panjang parit malang 100 m, lebar 0,5 m, dan kedalaman 0,5 m. Lebar parit mujur 0,7 m dengan kedalaman 0,7 m.
Parit malang panjang 100 m dibagi menjadi sebagai berikut.
- Pembuatan parit 1 x0,70 m = 0,70 m.
- Jalan dari tempat pembuangan tanah dari hasil gallan membuat parit tersebut diambil 1,30 m.
- Lubang tanam 40 m.
- Tempat guludan 0,58 x 100 m = 58 m.
- Kedalaman lubang tanam 0,35 m.
Dengan demikian, lubang dengan panjang 10m, dibutuhkan 20 bibit ditambah dengan bibit cadangan untuk menyulam.
c. Bibit bonggol.
Bibit bonggol adalah bibit yang diambil dari bagian bawah tebu yang habis ditebang. Biasanya batang ini masih terpendam dalam tanah. Bibit bonggol umumnya memiliki dua atau tiga mata. Bibit ini ditanam dengan posisi agak miring. Waktu yang tepat untuk penanaman tebu adalah bulan Mei, Juni, dan Juli. Hal ini berkaitan dengan masaknya tebu dengan rendemen tinggi tepat dengan masa giling di pabrik gula.
4. Pemeliharaan
Setelah penanaman tanaman tebu harus dilanjutkan dengan pemeliharaan agar tumbuh optimal. Berikut beberapa kegiatan pemeliharaan.
a. Penyiraman.
Penyiraman tidak boleh berlebihan supaya tidak merusak struktur tanah. Setelah satu hari tidak ada hujan, tanaman segera disiram.
b. Penyulaman.
- Sulam sisipan, dilakukan 5-7 hari setelah tanam yaitu untuk tanaman rayungan bermata satu.
- Sulaman ke-1, dilakukan pada umur tiga minggu dengan daun 3-4 helal. Bibit dari rayungan bermata dua atau pembibitan.
- Penyulaman yang berasal dari ros/pucukan tebu dilakukan ketika tanaman berumur sekitar satu bulan.
- Penyulaman ke-2 harus selesai sebelum pembubunan. bersamaan dengan pemberian air ke-2 atau rabuk ke-2 yaitu umur 1,5 bulan.
- Penyulaman ekstra jika perlu, yaitu sebelum bumbun ke 2.
c. Pembumbunan tanah.
- Pembumbunan ke-1 dilakukan pada umur 3-4 minggu, yaitu dengan cara membersihkan rumput-rumputan, membalik ketika tanaman berdaun 3-4 helai. Pembumbunan dilakukan guludan, dan menghancurkan tanah (jugar) serta menambahkan tanah ke tanaman sehingga tertimbun tanah.
- Pembumbunan ke-2 dilakukan jika anakan tebu sudah lengkap dan cukup besar dengan tinggi mencapai sekitar 20 cm atau telah berumur 2 bulan. Tujuannya agar tidak rusak atau patah sewaktu ditimbun tanah.
- Pembumbunan ke-3 atau bacar dilakukan pada umur tiga bulan Semua got harus diperdalam. Got mujur sedalam 70 cm dan got malang 60 cm.
d. Garpu muka gulud.
Penggarpuan harus dikerjakan sampai ke pinggir got sehingga air dapat mengalir. Biasanya dikerjakan pada bulan Oktober/November ketika tanaman tebu mengalami kekeringan.
e. Klentek.
Kegiatan melepaskan daun kering yang harus dilakukan tiga kali, yaitu sebelum gulud akhir, umur tujuh bulan, dan empat minggu sebelum tebang.
f. Tebu roboh.
Batang tebu yang roboh atau miring perlu diikat, baik silang dua maupun silang empat. Ros-ros tebu yang terdiri atas satu deretan tanaman disatukan dengan rumpun- rumpun dari deretan tanaman di sisinya sehingga berbentuk menyilang.
g. Pemupukan.
- Tanah dipupuk dengan TSP 1 kuintal/ha sebelum tanam atau sesuai dosis rekomendasi.
- Pupuk organik padat yang telah dicampur air disemprotkan secara merata di atas juringan dengan dosis sekitar 1-2 botol /1000 m2. Ada dua alternatif cara, yaitu sebagai berikut. Alternatif 1; Satu botol pupuk organik cair diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Selanjutnya, setiap 50 liter air diberi 200 cc larutan induk untuk menyiram juringan. Alternatif 2; Setiap 1 gembor 10L diberi 1 peres sendok makan pupuk organik padat untuk menyiram 5-10 m juringan.
- Tanaman dipupuk saat umur 25 hari dengan ZA sebanyak 0,5-1 kuintal/ha. Pemupukan ditaburkan di samping kanan rumpun tebu.
- Tanaman dipupuk ZA sebanyak 0,5-1 kuintal /ha dan KCI sebanyak 1-2 kuintal/ha saat berumur 1,5 bulan setelah tanam. Pemupukan ditaburkan di sebelah kiri rumpun tebu.
- Pupuk organik yang mengandung ZPT disemprotkan untuk mendapatkan rendemen dan produksi tebu tinggi. Dosis yang diberikan sebanyak 4-6 tutup dicampur ZPT sebanyak 1-2 tutup per tangki pada umur 1 dan 3 bulan.
h. Tebu kepras.
Tebu kepras adalah menumbuhkan kembali bekas tebu yang telah ditebang, baik bekas tebu giling atau tebu bibitan (KBD). Kebun yang akan dikepras harus dibersihkan dari kotoran bekas tebangan yang lalu. Sebelum mengepras, sebaiknya tanah yang terlalu kering diairi dahulu. Petak-petak tebu dikepres secara berurutan. Setelah dikepras, pupuk organik cair disiramkan. Lima hari atau seminggu setelah dikepras, tanaman dari dan dilakukan penggarapan (jugaran sebagai bumbun ke-1 dan pembersihan rumput. Penyemprotan ZPT dilakukan pada umur 1,2, dan 3 bulan sesuai dosis yang direkomendasikan Pemeliharaan selanjutnya sama dengan tanam tebu pertama.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Serangan hama dan penyakit dapat menurunkan produktivitas tanaman tebu. Oleh karena itu, pembudidaya tebu perlu mengantisipasinya. Berikut beberapa hama dan penyakit yang umum menyerang tanaman tebu.
1. Hama
a. Hama penggerek pucuk (Scirpophaga nivella F.).
Gejala yang timbul akibat serangan hama penggerek pucuk berupa lorong-lorong yang terjadi pada ibu tulang daun, deretan lubang yang melintang pada tulang daun, dan lorong gerekan lurus di bagian tengah pucuk tanaman sampai di bawah titik tumbuh. Selain itu, titik tumbuh mati dan daun muda menggulung kuning serta kering. Pada setiap lubang gerekan terdapat satu larva. Akibat serangan hama ini, tanaman tebu mengeluarkan siwilan.
Pengendalian secara biologis terhadap hama dengan pelepasan Tetrasticus sp yang merupakan parasit telur hama penggerek. Selain itu, dilakukan pelepasan Elasmus zehnteri dan Rochonutus sp. keduanya merupakan parasit pada larva hama penggerek. Pengendalian kimia dapat dilakukan dengan carbofuran sebanyak 30 kg/ha. Aplikasi dilakukan dengan cara penaburan di pucuk tanaman yang terserang atau pada alur tanaman.
b. Hama penggerek batang (Chilo aurichilius Dugeon dan C. sacchariphagus Bojer).
Gejala yang diakibatkan hama ini adalah daun tebu menjadi layu dan titik tumbuh mati pada tanaman tebu yang berumur 1-2 bulan. Selain itu, terdapat lorong gerekan pada ruas tebu dan terdapat bercak-bercak putih bekas gerekan pada daun.
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan melakukan pergiliran tanaman (rotasi). Pengendalian secara hayati dengan melepaskan parasit telur dan larva penggerek batang Trichogramma sp. Aphanteles flavipes, dan Sturmiopsis inferens.
c. Hama perusak daun (belalang, ulat grayak, dan kutu putih).
Tanaman tebu yang diserang belalang menunjukkan gejala berupa bekas gigitan pada daun tua maupun muda dari tepi daun. Jika serangan berat helalan daun akan habis yang tersisa hanya tulang daun. Pengendaliannya dengan penggunaan insektisida berbahan aktif klorpirifos dan carbaryi 85%. Penyemprotannya dapat dengan power sprayer atau boom sprayer.
Tanaman tebu yang diserang ulat grayak (Spodoptera mauritia, Antycira combusta) menunjukkan gejala berupa luka pada daun dengan arah gigitan dari tepi daun. Namun, ibu tulang daun tidak dimakan. Pengendaliannya menggunakan insektisida kontak/racun perut seperti insektisida dengan bahan aktif endosulfan.
Akibat serangan kutu putih akan terlihat gerombol kutu berwarna putih pada daun tanaman tebu. Kutu putih ini akan mengisap cairan sel daun sehingga lama kelamaan daun menjadi kering dan mati. Pengendalian biasanya dengan cara pemotongan daun yang terserang dan penggunaan parasit karawi.
2. Penyakit
a. Penyakit virus mosaik tebu.
Penyakit ini secara primer ditularkan melalui bibit, sedangkan secara sekunder melalui serangga, yaitu Rhopalosiphum maidis Fitch. Gejalanya berupa timbulnya noda-noda klorosis yang berwarna kuning pada helal daun. Noda-noda ini sejajar dengan berkas pembuluh. Pada keadaan yang parah, noda-noda ini melebur menjadi satu sehingga daun menjadi berwarna kuning. Pada tahap yang sangat parah, daun dapat mengalami nekrosis/kematian jaringan. Akhirnya, daun-daun menjadi rontok. Daun daun yang rontok dapat menghambat proses fotosintesis sehingga dapat menurunkan produksi. Pengendalian virus ini relatif sulit karena adanya perkembangan strain-strain virus yang virulen, antara lain strain Kebon Agung. Adapun pengendaliannya dengan menggunakan kultivar kultivar unggul yang tahan, seperti PS 56, PS41, POJ 3016, dan Co 975.
b. Penyakit fusarium Pokkahbung.
Penyebab penyakit fusarium, yaitu cendawan Gibberella moniliformis. Tanda serangannya berupa daun klorosis, pelepah daun tidak sempurna, pertumbuhan terhambat, ruas-ruas bengkok serta sedikit gepeng, dan terjadi pembusukan dari daun ke batang. Pengendaliannya dengan melakukan penyemprotan menggunakan 2 sendok makan bahan pengendali penyakit tanaman yang mengandung antibiotik viridin dan glioviridin ditambah 2 sendok makan gula pasir dalam tangki semprot 14 L atau 17 L Penyemprotan dilakukan pada daun-daun muda setiap minggu. Selain itu, pengendaliannya dengan pengembusan tepung kapur tembaga dengan perbandingan 1:4:5.
c Penyakit dongkelan.
Penyebab penyakit dongkelan adalah cendawan Marasmius sacchari. Penyakit tersebut dapat mempengaruhi berat dan rendemen tebu. Gejalanya berupa tanaman tua sakit tiba-tiba dan daun mengering dari luar ke dalam. Pengendalian penyakit dengan cara penjemuran dan pengeringan tanah serta penyebaran bahan yang mengandung zat antibiotik viridin dan gliovirin sejak awal.
d. Penyakit nanas.
Penyakit nanas disebabkan oleh jamur Ceratocytis paradoxa, Jamur tersebut menyerang bibit yang telah dipotong Pada tapak (potongan) pangkas, terdapat warna merah yang bercampur dengan warna hitam dan menyebarkan bau seperti nanas. Pengendaliannya dengan cara perendaman bibit tebu menggunakan pupuk organik cair dan bahan pengendali penyakit tanaman yang mengandung zat antibiotik gliovirin dan viridin.
e. Penyakit blendok.
Penyakit blendok disebabkan oleh bakteri Xanthomonas albilincans. Awalnya, penyakit muncul pada umur 1,5-2 bulan setelah tanam Cirinya adalah daun-daun klorosis akan mengering, biasanya pada pucuk daun dan umumnya daun-daun akan melipat sepanjang garis-garis tadi, Jika daun terserang hebat seluruh daun bergaris-garis hijau dan putih. Pengendaliannya dengan cara perendaman bibit dengan air panas dan pupuk organik cair selama 50 menit kemudian dijemur sinar matahari Selain itu, pengendaliannya dengan menggunakan bahan pengendali penyakit tanaman yang mengandung antibiotik gliovirin dan viridin sejak awal sebelum tanam yang bertujuan untuk melokalisir serangan.
Panen
Proses kemasakan tebu merupakan proses yang berjalan dari ruas ke ruas. Tingkat kemasakannya tergantung pada ruas yang yang bersangkutan. Tebu yang sudah mencapai umur masak keadaan kadar gula di sepanjang batang seragam, kecuali beberapa ruas di bagian pucuk dan pangkal batang. Panen dilakukan dengan cara ditebang. Usahakan agar tebu ditebang saat rendemen pada posisi optimal yaitu umur sekitar 10 bulan atau tergantung jenis tebu. Tebu yang berumur 10 bulan akan mengandung saccharose 10%, sedangkan yang berumur 12 bulan bisa mencapai 13%.
Pascapanen
Setelah pemanenan, kegiatan dilanjutkan dengan pengangkutan. Tebu yang telah dipanen harus sesegera mungkin diangkut ke tempat penggilingan. Tebu-tebu yang akan diangkut diikat terlebih dahulu. Satu ikatan tebu kurang lebih terdapat 30 batang tebu dengan panjang sekitar 2,5-3 m. Sebaiknya tempat penggilingan tebu tidak terlalu jauh dari kebun tebu. Jika terlalu lama di perjalanan, kadar gula tebu akan menurun.
Comments
Post a Comment